Diakui atau tidak, Rakyat Indonesia belum siap menjadikan media sosial (nge-medos) sebagai media untuk mewujudkan kearifan yang komprehensif. Semakin hari, semakin banyak saja nilai-nilai ketidak-arifan yang tertuang dengan lugasnya di setiap beranda yang kecepatan perubahannya hampir menyerupai “kecepatan cahaya”. Semisal dalam kaitannya dengan kasus Ibu Kota yang hampir menyeret satu bentuk konflik ke konflik turunan yang sebenarnya tidak patut untuk dikorelasikan secara bijaksana. Seakan ada ke-tidak-arifan yang sengaja “dikampanyekan” untuk mencapai tujuan sebuah kelompok tertentu dan menjadikan akumulasi konflik sebagai bom waktu yang siap diledakkan, dan entahlah, kita masih belum tahu tujuan sebenarnya.
Ditelaah dari yang saya paparkan diatas, fenomena tersebut merupakan sebuah indikasi bahwa rakyat Indonesia belum siap nge-medsos secara bijak. Kita masih belum siap memanfaatkan bahkan menkonsumsi apa yang disajikan di media sosial. Kita masih belum bisa bijaksana untuk menentukan apa yang harus kita publikasikan dan apa yang patut kita masukkan pada wadah pemikiran kita perihal pem-publikasian dari lawan main kita di media sosial. Sehingga dengan terjadi-nya ke-tidak-bijaksanaan ini kita justru terkungkung, kita terjebak, kita terhegemoni, oleh serangkaian permainan kaum elit teknologi yang sengaja mempermainkan kita.
Karena yang mempermainkan kita adalah kaum elit teknologi, yang tentunya secara kenyataan telah didanai oleh kelompok, bahkan perseorangan, yang berkepentingan maka kita akan kalah. Kenapa?, jelas, karena musuh kita adalah robot, musuh kita adalah algoritma media sosial yang sengaja “di-trending topic-kan”. Sehingga mau tidak mau, segala bentuk publikasi yang terlepas dari skenario kaum elit teknologi akan terpinggirkan oleh publikasi yang diluncurkan oleh kaum elit teknologi tersebut. Bahasa sederhananya, kita dijajah.
Lebih jauh lagi, informasi (publikasi) yang sebenarnya tidak ingin kita tangkap di media sosial secara otomatis akan tertangkap oleh kita. Sehingga disinilah hak kearifan kita diuji, kembali ke paragraf pertama. Dan sejauh ini, kita belum siap, kita masih termakan oleh publikasi-publikasi robot yang sengaja menjajah kita, menjajah pola pikir kita, menjajah pemahaman kita tentang yang “nyata”. Dan apakah yang nyata?, silahkan ditetapkan sendiri, ini hanya satu kasus, tariklah benang persamaan pada kasus-kasus yang lain. Dan saya yakin, anda akan berkesimpulan sama, Rakyat Indonesia belum siap Nge-medsos.
Bondowoso,14 November 2016
0 komentar:
Post a Comment