.

.

HIDUP TAK BOLEH BEKU SEPERTI PSSI



Jumat, 17 April 2015, Menteri Olahraga Imam Nahrawi resmi membekukan PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia). Pembekuan dilakukan Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui suratnya bernomor 0137 tahun 2015.”


Berbicara soal PSSI dewasa ini maka akan segera terlintas tentang kata “Beku”. Ya, sejak hari Jum’at, 17 April 2015, PSSI resmi dibekukan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Alasan pembekuan ini disebabkan oleh tetap “bandelnya” para pengelola PSSI, yang paling mencuat dari segelintir “kebandelan” mereka adalah kasus-kasus korupsi yang semakin hari semakin menjadi-jadi di tubuh PSSI. Sedangkan untuk prestasi justru berlawan arus dengan kasus-kasus korupsi tadi. Nahas sekali bukan?.

Selaras dengan Bekunya PSSI tersebut, maka mari berlayar ke pembahasan yang berbeda dengan kata tema yang sama yakni “Beku”. Adalah Hidup yang akan menjadi pembahasan kita. Jika disandingkan dengan kata beku maka seharusnya Hidup kita tak boleh Beku, hidup yang tak bertantangan, tak punya chance , diam di tempat, tak ber-transformasi menjadi lebih baik, monoton dan sebagainya yang berpanorama Beku.

Hidup ini terlalu sia-sia jika hanya sekedar berdiam diri tak melakukan apa-apa. Tak mengalir membasahi hal-hal baru yang akan menjadikan hidup kita lebih bermakna, lebih mempunyai cerita, lebih kaya dengan pengalaman-pengalaman luar biasa yang akan menjadikan kita lebih baik dari sebelumnya.

Apakah hidup ini hanya cukup duduk manis, melihat yang lainnya berkarya (misalnya), melihat kenikmatan orang lain meraih mimpi-mimpi mereka. Sungguh kasihan pada diri kita jika hanya “diperankan” sebagai penonton saja. Ikut terharu melihat air mata bangga dari orang lain, sedangkan kita tak berusaha meneteskan air mata bangga untuk kita sendiri. Beku, tak berusaha apa-apa. Sedangkan Tuhan justru lebih senang kepada kita yang berusaha.

Ya, tak jauh berbeda dengan PSSI tadi. Ketika sudah Beku PSSI tak bisa berbuat apa-apa, tak bisa mengantarkan putra-putri bangsa meraih prestasi mereka dalam sepak bola. Begitupun kita, ketika kita sudah Beku maka kita tak akan bisa mengantarkan diri kita menjadi pemenang, menjadi manusia berprestasi dalam hidup kita. Kita akan diam di tempat, merenungi “kedinginan kita”, ya karena kita sudah Beku.

Berangkat dari analogi dan catatan sederhana tadi, ada sebuah pertanyaan pribadi, pertanyaan untuk diri kita masing-masing, “Masihkah kita ingin Beku?”. Silahkan dijawab sendiri, catatan ini hanya sebagai pengantar renungan, jika tersampaikan kepada hati dengan benar maka bersukur penulis haturkan kepada Sang Maha Pemberi Kekuatan, dan jika belum bisa tersampaikan, semoga suatu saat nanti kita semua bisa “mengalir indah” tanpa Beku. Amin!.

Blog, Updated at: 4:53 PM

3 komentar:

Popular

Recent Comment

Powered by Blogger.