“Entahlah,
malam tak akan pernah selesai dikaji, kesunyiannya, ketenangannya,
keteduhannya, selalu saja membuat diri menjadi lebih tenang dan berfikir terang”
Malam, entah apa definisi malam yang paling tepat. Jika
mendefinisikannya sebagai kegelapan sepertinya kurang tepat. Jika
mendefinisikannya sebagai waktu beristirahat pun-sepertinya kurang tepat. Pada
malam biasanya semua mimpi-mimpi bermain ria, baik sadar ataupun tak sadar. Ia
menawarkan berjuta imajinasi, berjuta inovasi, berjuta ide-ide yang jarang
didapati di waktu-waktu yang lainnya. Malam, sudahlah, malam ya malam. Biarkan
ia menjadi dirinya yang penuh pertanyaan dengan cara ia diam.
Selanjutnya kawan, kuajak kalian menjadi seperti malam.
Menjadi seperti ia yang sunyi, menjadi seperti ia yang tenang, menjadi seperti
ia yang meneduhkan dan akhirnya kita akan selalu berfikir terang.
Pertama, kubawa kalian kepada sunyinya malam kawan. Sunyi
bisa disama-artikan sebagai diam. Mari kita perhatikan, dengan diamnya malam
bukan berarti ia lemah, bukan berarti ia tak punya kekuatan untuk mencekam tapi
diamnya malam justru karena ia menyimpan banyak sekali kekuatan dan banyak
sekali potensi untuk mencekam. Dari hal tersebut kita bisa belajar pada malam
kawan, pelajarannya adalah bagaimana kita tak menampakkan “kekuatan” yang sudah
kita miliki, bahasa yang lebih kasar adalah “kita tak boleh menyombongkan diri”.
Diam saja, dan hanya ketika sudah pada waktunya untuk menunjukkan “kekuatan” maka
tunjukkanlah. Ketika sudah waktunya untuk mencekam maka mencekamlah.
Kedua, masih tentang malam kawan. Yang kedua ini adalah
belajar tenang seperti malam. Lagi dan lagi, mari kita perhatikan malam ketika
hujan, ia tetap tenang bukan, justru lebih tenang dari yang biasanya. Petir
menghantam, justru ketenangan malam semakin sakral. Nah, berangkat dari
pernyataan tadi mari kita analogikan hujan dan petir tadi sebagai masalah untuk
kita yang perannya sebagai malam. Buatlah diri kita menjadi tenang ketika “hujan”
dan buatlah lebih tenang lagi ketika “hujan bersekutu dengan petir” mengamuk
kita. Anggaplah mereka penghias malam yang sedang kita perankan, penghias
langit kita dengan kilatnya, pemerdu bumi kita dengan rintiknya.
Malam dan lagi-lagi malam. Mari kita lanjutkan pelajaran
malam ini kawan. Selanjutnya, setelah kita belajar pada sunyi dan tenangnya
malam, kita akan belajar tentang bagaimana malam meneduhkan. Ya, silahkan
diperhatikan lagi, sungguh malam sangatlah meneduhkan kawan. Malam meneduhi
banyak manusia secara bergantian, berjalan ke arah barat setiap hari, satu
persatu manusia diteduhinya tanpa ada satupun yang luput dari teduhannya.
Sekarang pelajarannya cukup jelas, tak maukah kita meneduhi seperti yang
dilakukan malam, tak maukah kita meneduhi teman-teman kita, keluarga kita,
tetangga kita bahkan orang lain yang tak kita tahu identitasnya. Karena sungguh
sebuah kebanggaan sejati dalam jiwa, jika kita berjuang diri untuk selalu
meneduhi sesama atau bahkan seluruh alam jagat raya, ya tentunya sesuai dengan
kemampuan kita.
Begitu kiranya kawan, kita berusaha menjadi malam. Meski sebenarnya
masih banyak lagi yang bisa dianalogikan tentang malam dan kita, meski masih
banyak lagi pelajaran malam yang dapat kita renungi, tapi mungkin dengan hanya
tiga pendekatan tentang malam yang dipaparkan tadi kita bisa menjadi manusia
yang lebih baik. Menjadi manusia yang lebih bermanfaat. Menjadi manusia yang
lebih disayangi-NYA. Amin!.
*Ditulis ketika hujan membasahi tanah kelahiranku pada jam 00.30 wib, 22 April 2015.
Haha,keren postnya gan
ReplyDeletetapi bro terkadang tak baik juga seperti malam,, contohnya malam itu penuh dengan misteri dan kegelapan bro
ReplyDeletemantep bro postingan nya :D
ReplyDelete