.

.

INOVASI


A.    Pengertian Inovasi (Innovation)
Kata “innovation” (bahasa inggris) sering diterjemahkan segala hal yang baru atau pembaruan (S. Wojowasito, 1972; Santoso S.Hamijoyo, 1996), tetapi ada yang menjadikan kata innovation menjadi kata Indonesia yaitu “inovasi”. Inovasi kadang-kadang juga dipakai untuk menyatakan penemuan, karena hal yang baru itu hasil penemuan. Kata penemuan juga sering digunakan untuk menterjemahkan kata dari bahasa Inggris “discovery” dan “invention”.

Diskoveri (discovery) adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang ditemukan sudah ada, tetapi belum diketahui orang.
invensi (invention) adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia.
Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi ataupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan masalah tertentu.
Sedang Menurut Prof. Azis Inovasi adalah an idea, practice or object thatperceived as new by an individual or other unit of adoption dengan artian inovasi  mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, inovasi merupakan genius dari change yang berarti perubahan. Inovasi dapat berupa ide, proses dan produk dalam berbagai bidang.
Dari beberapa definisi mengenai inovasi yang dikemukakan para ahli, dapat dinyatakan bahwa inovasi adalah suatu ide, hal-hal yang praktis, metode, cara, barang-barang buatan manusia, yang diamati atau dirasakan sebagai suatu yang baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat).
B.     Contoh inovasi dalam bidangnya
Ø  Managerial
Yaitu bidang pengaturan atau pengelolaan
Ø  Teknologi
Yaitu bidang yang mencakup alat – alat yang mempermudah suatu proses
Ø  Kurikulum
Yaitu Kajian isi, bahan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan sesuatu hal
C.    Aspek pokok yang mempengaruhi inovasi
Ø  Struktur
Yaitu semua komponen yang ada dalam inovasi tersebut
Ø  Prosedur
Yaitu langkah – langkah yang bersangkutan dengan inovasi tersebut.
Ø  Personal
Yaitu orang – orang yang terlibat dalam inovasi tersebut
D.    Difusi inovasi (adopsi inovasi)
            Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karena dalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh yang pada dasarnya berasa di luar jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Dalam pelaksanaannya, sasaran dari upaya difusi inovasi umumnya petani dan anggota masyarakat pedesaan. Praktik-praktik awal difusi inovasi dilakukan di Amerika Serikat pada dasawarsa 20-an dan 30-an, dan sekarang banyak digunakan untuk program-program pembangunan di negara-negara yang sedang berkembang.

            Teori ini pada prinsipnya adalah komunikasi dua tahap, jadi di dalamnya dikenal pula adanya pemuka pendapat atau yang disebut juga dengan istilah agen perubahan. Oleh karenanya teori ini sangat menekankan pada sumber-sumber non-media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli, dsb.), dan biasanya mengenai gagasan-gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi dan sikap. Everett M. Rogers dan Floyd G. Shoemaker (1973) merumuskan kembali teori ini dengan memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 4 tahap dalam suatu proses difusi inovasi, yaitu:

Pengetahuan:               kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
Persuasi:                      individu membentuk/memiliki sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut.
Keputusan:                  individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi.
Konfirmasi:                 individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan yang telah diambil sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengna lainnya.


Teori ini mencakup sejumlah gagasan mengenai proses difusi inovasi sebagai berikut:

            Pertama, teori ini membedakan tiga tahapan utama dari keseluruhan proses ke dalam tahapan anteseden, proses, dan konsekuensi. Tahapan yang pertama mengacu kepada situasi atau karakteristik dari orang yang terlibat yang memungkinkannya untuk diterpa informasi tentang suatu inovasi dan relevansi informasi tersebut terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Misalnya, adopsi inovasi biasanya lebih mudah terjadi pada mereka yang terbuka mencari informasi baru. Tahapan kedua berkaitan dengan proses mempelajari, perubahan sikap dan keputusan. Di sini nilai inovatif yang dirasakan akan memainkan peran penting, demikian pula dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam system sosialnya. Jadi, kadangkala peralatan yang secara teknis dapat bermanfaat, tidak diterima oleh suatu masyarakat karena alasan-alasan moral atau cultural, atau dianggap membahayakan struktur hubungan social yang telah ada. Tahapan konsekuensi dari aktivitas difusi terutama mengacu pada keadaan selanjutnya jika terjadi adopsi inovasi. Keadaan tersebut dapat berupa terus menerima dan menggunakan inovasi, atau kemudian berhenti menggunakannya lagi.

            Kedua, perlu dipisahkannya fungsi-fungsi yang berbeda dari ‘pengetahuan’, ‘persuasi’, ‘keputusan’, dan ‘konfirmasi’, yang biasanya terjadi dalam tahapan proses, meskipun tahapan tersebut tidak harus selesai sepenuhnya/lengkap. Dalam hal ini, proses komunikasi lainnya dapat juga diterapkan. Misalnya beberapa karakteristik yang berhubungan denga tingkat persuasi. Orang yang tahu lebih awal tidak haru para pemuka pendapat, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ‘tahu lebih awal’ atau ‘tahu belakangan/tertinggal’ berkaitan dengan tingkat isolasi social tertentu. Jadi, kurangnya integrasi social seseorang dapat dihubungkan dengan ‘kemajuannya’ atau ‘ketertinggalannya’ dalam masyarakat.

            Ketiga, difusi inovasi biasanya melibatkan berbagai sumber komunikasi yang berbeda (media massa, advertensi atau promosi, penyuluhan, atau kontak-kontak social yang informal), dan efektivitas sumber-sumber tersebut akan berbeda pada  tiap tahap, serta untuk fungsi yang berbeda pula. Jadi, media massa dan advertensi dapat berperan dalam menciptakan kesadaran dan pengetahuan, penyuluhan berguna untuk mempersuasi, pengaruh antarpribadi berfungsi bagi keputusan untuk menerima atau menolak inovasi, dan pengalaman dalam menggunakan inovasi atau sebaliknya.

            Keempat, teori ini melihat adanya ‘variabel-variabel penerima’ yang berfungsi pada tahap pertama (pengetahuan), karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh kepribadian atau karakteristik social. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah variabel penerima akan berpengaruh pula dalam tahap-tahap berikutnya dalam proses difusi inovasi. Ini terjadi juga dengan ‘variabel-variabel system sosial’ yang berperan terutama pada tahap awal (pengetahuan) dan tahap-tahap berikutnya.


E.     Krakteristik Inovasi
Everett M. Rogers (1993:14-16) mengemukakan karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan inovasi, sebagai berikut :

1.      Keuntungan relatif,
yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonominya atau mungkin dari faktor status social (gengsi), kesenangan, kepuasan, atau karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima makin cepat tersebarnya inovasi.
2.      Kompatibel (compatibility),
ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values), pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang ada. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut maka tentu saja penyebar inovasi akan terhambat.
3.      Kompleksitas (complexity),
ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Misalnya masyarakat pedesaan yang tidak mengetahui tentang teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman, diberitahu oleh penyuluh kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan diminum, karena air yang tidak dimasak jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Tentu saja ajakan itu sukar diterima. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh masyarakat

4.      Trialabilitas (trialability),
ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima. Suatu inovasi yang dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu. Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi gogo akan cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu menanam dan dapat melihat hasilnya
5.      Dapat diamati (observability),
ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya akan lama diterima oleh masyarakat. Misalnya, penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi, karena petani dapat dengan mudah melihat hasil padi yang menggunakan bibit unggul tersebut, maka mudah untuk memutuskan mau menggunakan bibit unggul yang diperkenalkan. Tetapi mengajak petani yang buta huruf untuk mau belajar membaca dan menulis tidak dapat segera dibuktikan karena para petani sukar untuk melihat hasil yang nyata menguntungkan setelah orang tidak buta huruf lagi.
Zaltman, Duncan, dan Holbek mengemukakan bahwa cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh atribut sendiri. Suatu inovasi dapat merupakan kombinasi dari berbagai macam atribut (Zaltman, 1973:32-50). Atribut inovasi yang dikemukakan Zaltman adalah :
1. Pembiayaan (cost),
2. Balik modal (returns to investment),
3. Efisiensi,
4. Resiko dan ketidakpastian,
5. Mudah dikomunikasikan,
6. Kompatibilitas
7. Kompleksitas, (dapat mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar)
8. Status ilmiah,
9. Kadar keaslian,
10. Dapat dilihat kemanfaatannya,
11. Dapat dilihat batas sebelumnya,
12. Keterlibatan sasaran perubahan,
13. Hubungan interpersonal,
14. Kepentingan umum atau pribadi (publicness versus privateness)
15. Penyuluh inovasi (gatekeepers).

Demikian berbagai macam pengertian, contoh, krateristik, aspek-aspek sekaligus atribut inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan suatu inovasi. Dengan memahami semua hal tentang inovasi tersebut di harapkan para mahasiswa dapat menganalisis inovasi-inovasi yang sedang disebarluaskan, sehingga dapat memanfaatkan hasil analisisnya untuk membantu mempercepat proses diterimanya suatu inovasi oleh masyarakat luas.




REFERENSI
http://adikasimbar.wordpress.com/2010/06/09/diktat-inovasi-pendidikan/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/2-8-%E2%80%A2faktor-%E2%80%93-faktor-yang-mempengaruhi-diterima-atau-tidaknya-suatu-unsur-kebudayaan-baru/

Blog, Updated at: 11:18 AM

0 komentar:

Post a Comment

Popular

Recent Comment

Powered by Blogger.